24 December, 2006

Jakarta Milik Kita Semua


Membangun Jakarta merupakan bagian tak terpisah dari upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Karena itu, pembangunan Jakarta harus menjadi kemaslahatan bagi seluruh penduduk Indonesia dan bukannya dibatasi hanya untuk mereka yang ber-KTP Jakarta. Menjadikan Jakarta sebagai kota tertutup, tidak saja mengingkari semangat kebersamaan dan kebangsaan, tetapi juga menafikan sumbangsih dan pengorbanan yang diberikan oleh penduduk dan wilayah administrasi pemerintahan lainnya di Tanah Air. Dengan demikian, membangun Jakarta haruslah bertujuan ganda yang ditempuh secara simultan.

Di satu sisi, membangun Jakarta merupakan upaya berkelanjutan untuk mengembangkan kapasitas dan kapabilitas agar mampu bersaing dengan kota-kota besar lainnya di dunia. Jakarta yang berdaya saing tinggi akan memberikan kontribusi positif, baik berupa keuntungan finansial, sosial, politik ataupun pencitraan bagi pembangunan nasional secara keseluruhan. Jakarta yang berdaya saing tinggi akan semakin memperbesar peluang untuk lebih menyejahterakan warganya.Di sisi lain, membangun Jakarta berarti pula menjadikan Jakarta sebagai mitra pembangunan yang responsif dan setara bagi wilayah-wilayah administrasif di sekitarnya. Sebagai mitra yang responsif, Jakarta selalu mengambil inisiatif dalam menggalang berbagai bentuk kesalingterkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Jakarta ataupun di wilayah administrasi di sekitarnya. Sebagai mitra yang setara, Jakarta selalu mengedepankan kerja sama atas landasan kesukarelaan dan adanya manfaat yang bersifat timbal balik, baik secara ekonomi, sosial ataupun politik.

Alih-alih sebagai bentuk altruisme, orientasi pembangunan Jakarta milik kita semua ini merupakan jalan keluar dan sekaligus pemecahan masalah yang bersifat jangka panjang. Dengan adanya pusat-pusat ekonomi dan sosial baru di wilayah administrasi di sekitar Jakarta, tekanan urbanisasi bisa dikurangi. Dengan begitu, Jakarta tak terperosok dalam labirin pembangunan. Sebab, bagaimanapun, Jakarta memiliki keterbatasan untuk dikembangkan. Orientasi pembangunan dalam konteks Jakarta milik kita semua mengandaikan kesediaan Jakarta untuk menjadi akselerator bagi pembangunan di wilayah sekitarnya sehingga ia tak sekadar berbagi beban, tetapi juga berbagi peran dan peluang.

Dalam pandangan saya, menghadapi tantangan yang multidimensional dan persaingan yang lebih terbuka dan keras, pembangunan Jakarta tidak boleh hanya mengacu pada pembangunan material (modal manusia dan modal fisik). Melainkan, harus juga mengedepankan pembangunan modal sosial dan modal spiritual.

Pembangunan modal manusia dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas dan perluasan aksesibilitas pendidikan dan kesehatan, baik dengan cara-cara konvensional (misalnya dengan memperbesar alokasi anggaran pendidikan dan dana kesehatan) ataupun dengan cara-cara yang lebih inovatif seperti “menyekolahkan kembali masyarakat” melalui program perguruan tinggi berbasis komunitas (community college) dan pengembangan program layanan bertumpu pada kesehatan orang dan lingkungannya.Modal manusia yang tinggi kadar intelektualitasnya membutuhkan kemampuan minimum dalam membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan. Jadi, untuk memacu pendidikan yang berkualitas, pendekatan harus bergeser dari pendekatan input (jumlah anggran, jumlah guru, jumlah dan kualitas gedung) ke pendekatan output (reading literacy rate, scientific literacy rate, dan mathematical literacy rate). Jakarta harus menjadi ujung tombak untuk mendongkrak score ketiga indikator ini mengingat Indonesia sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Indeks pendidikan kita dewasa ini juga tertingal, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam sekalipun.

Manusia unggul tentu saja harus sehat. Kunci membangun masyarakat sehat bukan melulu menambah pembangunan fasilitas rumah sakit. Lebih penting dari itu ialah menciptakan lingkungan yang sehat dan cara atau perilaku hidup sehat. Dalam kaitan ini Jakarta sepatutnya berada di jajaran terdepan untuk mengembangkan sistem kesehatan yang holistik dengan dilengkapi oleh sistem jaminan kesehatan yang menjangkau lapisan masyarakat berpendapatan rendah.

Pembangunan modal fisik ditandai dengan upaya penyediaan, penambahan dan peningkatan berbagai infrastruktur dasar yang dibutuhkan untuk menopang kehidupan kota dan kenyamanan warganya. Misalnya, ketersediaan moda transportasi yang bersifat massal, pembangunan rumah susun terpadu, pengadaan air bersih yang semakin berkualitas, atau penataan pemukiman menjadi lebih manusiawi.

Pengembangan modal sosial diarahkan untuk mengembangkan kembali nilai-nilai dasar bermasyarakat seperti kesediaan bekerja sama, tumbuhnya trust, kerelaan berkorban dan solidaritas sosial. Modal sosial merupakan kekayaan yang membuat komunitas dan organisasi pemerintahan berfungsi efektif demi kepentingan bersama. Dua prasyarat tumbuh dan berkembangnya modal sosial ialah rasa aman dan tertib sosial (social order) berlandaskan penegakan hukum yang konsisten dan tanpa pandang bulu.Tingginya modal sosial dalam sebuah masyarakat pada gilirannya akan menumbuhkan kepercayaan pada pelaksanaan penegakan hukum. Sebaliknya, tegaknya hukum pada gilirannya akan mempertinggi kembali modal sosial dalam masyarakat.

Sebagai contoh, penyelesaian sengketa tanah yang pelik sebenarnya bisa diselesaikan dengan mempertimbangkan nilai guna tanah tersebut kepada masyarakat pemakai dengan tetap bersandar pada peraturan perundangan yang berlaku. Jadi, pemerintah kota seharusnya tidak perlu ragu untuk memberikan hak pakai/hak guna kepada pihak yang secara de facto menggarap dan menempati tanah-tanah HGU/HGB yang ditelantarkan pemegang hak dan atau dijadikan ajang spekulasi.

Modal spiritual merupakan kekuatan yang memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah sistem yang bersumber dari nilai (values), norma (norms), dan etika. Kekuatan modal spiritual ini membuat kita gandrung agar hidup dan upaya kita memiliki arti/makna dan tujuan yang lebih luas, serta selalu mencari cara-cara bertindak yang secara fundamental lebih baik.Pembangunan modal spiritual juga dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali etos kerja dan bermasyarakat yang selama puluhan tahun kerap dipinggirkan dan dimanipulasi.

Modal spiritual merupakan elan vital yang memampukan warga dalam mengoptimalkan kecerdasan dan meningkatkan daya kreatif yang ada dalam dirinya sebagai modal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, secara individual maupun kelompok.Dengan mengedepankan pembangunan modal sosial, fisik, manusia dan spiritual, kita akan lebih mampu menghadapi berbagai tantangan yang menghadang. Kemampuan menjawab berbagai tantangan dan kendala yang datang bergelombang pada akhirnya akan mengarahkan kita pada pencapaian kebahagiaan (happiness).

Happiness tidak semata-mata mengacu pada tingkat penghidupan yang diukur dengan jumlah aset dan nilai kekayaan yang dimiliki secara personal ataupun limpahan infrastruktur fisik yang bersifat umum sebagai penopang kehidupan bermasyarakat. Happiness lebih merujuk pada pencapaian kelapangan hati dalam memandang apa yang sudah dicapai sekarang sebagai karunia dari Tuhan YME, yang kemudian dijadikan sebagai titik anjak baru untuk semakin mengukuhkan komitmen mencapai yang lebih baik lagi pada masa-masa mendatang

No comments: